Sabtu, 05 November 2011

ASBABUL WURUD AL-HADITS

BAB II
ASBABUL WURUD AL-HADITS
A. Pengertian Ilmu Asbabul Wurud al-Hadits
Kata asbab adalah bentuk jamak dari sabab. Menurut ahli bahasa, asbab diartikan dengan al-habl (tali), yang menurut lisan Al-arab berarti saluran, yang artinya adalah “Segala sesuatu yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya.”
Adapun arti asbab menurut istilah adalah كل شيئ يتو صل به الى غايته Yang artinya: “Segala sesuatu yang mengantar pada tujuan.”
Kata Wurud (sampai, muncul) berarti الماء الذي يورد Yang artinya: “Air yang memancar atau yang mengalir”
Hadits bentuk jamaknya adalah hidas, hudusa, dan hudus. Dari segi bahasa, kata hadits mempunyai beberapa arti, yaitu:
1. Baru (jadid), lawan dari terdahulu (qadim)
2. Dekat (qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)
3. warta berita (khabar).
Adapun pengertian menurut ahli hadits ialah segala ucapan, perbuatan, dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW.
Ilmu Asbabul Wurud al-Hadits atau sababu’l Atsar, ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan sebab lahirnya hadits.
Ilmu Asbabul Wurud Al- Hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW menuturkan.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa ilmu asbabul wurud al-hadits adalah ilmu yang membahas dan mempelajari sebab-sebab atau latar belakang nabi SAW mengucapkan, melakukan atau menetapkan suatu hukum.
Ilmu ini mempunyai kaitan erat dengan ilmu tarikh Al-Matan dan mempunyai kaidah seperti ilmu asbab Nuzul Al-qur’an.
Ilmu ASbab Wurud al-Hadits titik berat bahasannya pada latar belakang dan sebab lahirnya hadits. Sedangkan ilmu tarikh al-Mutun menitik beratkan bahasannya pada kapan atau waktu apa hadits itu diwurudkan.
B. Macam-macam Asbabul Wurud al-Hadits
Tentang asbaabul wuruudil hadist, Imam Muhammad Ibn Idris as-Syafi’i atau lebih dikenal dengan Imam As-Syafi’i, dalam kitabnya Ar-Risaalah mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Berikut saya sajikan poin-poin penjelasan beliau dalam kitab itu.
Pertama, ada kalanya suatu hadist lahir karena Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal oleh para sahabat. Akan tetapi, dalam periwayatan (transmisi)-nya, si periwayat tidak menyampaikan hadis tersebut secara sempurna (misalkan, tidak menyebutkan pertanyaan yang melahirkan jawaban tersebut). Atau, hadist tersebut hanya diriwayatkan oleh orang yang hanya mendengar atau mengetahui jawaban Rasulullah tersebut. Namun ia tidak mengetahui masalah atau latarbelakang yang melatari jawaban Rasulullah pada hadist tersebut.
Kedua, ada kalanya Rasulullah menetapkan suatu ketentuan atas suatu masalah. Kemudian pada kesempatan lain, menyangkut masalah yang sama, beliau menetapkan pula suatu ketentuan yang tampaknya berbeda. Akan tetapi, sebagian orang tidak mengetahui peristiwa yang melatarinya dalam kesempatan berbeda itu, sehingga mengesankan ada ketidakkonsistensi atau bahkan pertentangan. Padahal sebenarnya bukanlah demikian.
Maka memahami matan hadist dengan memperhatikan asbaabul wuruud-nya, akan sangat mengantarkan kita untuk mendapatkan pemahaman yang, minimal mendekati apa yang dimaksudkan Nabi saat mencetuskan hadist tersebut.
Lantas, apa saja asbaabul wuruud suatu hadist?
1. Hadits yang mempunyai sebab disebutkan dalam hadits itu sendiri. Misalnya hadits tentang al-Quran turun dengan tujuh huruf (dialek).
صحيح البخاري - (ج 8 / ص 266) 2241 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ
Artinya:
“Abdullah bin Yusuf telah bercerita kepada saya, Malik telah menceritakan pada saya dari Ibn Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdur rahman bin Abdul Qari, dia berkata: “saya mendengar Umar bin Khathab berkata: “saya mendengar Hisyam bin Hakim bin Hisyam membaca surat al-Furqan dengan bacaan selain yang telah saya baca, padahal Rasulullah saw telah nenbacakan pada saya. Hampir saja saya bertindak terhadap Hisyam. Kemudia saya menunda tindakan saya sampai ia pulang ke rumahnya. Kemudian saya menyeret lengan bajunya untuk mendatangi Rasulullah saw bersamanya. Saya berkata pada Rasulullha saw : bahwa saya mendengar oarng ini membaca ayat yang bukan seperti yang dibacakan Rasulullah. Kemudian Nabi memerintahkan saya “lepaskan orang tersebut”. Kemudian Nabi merkata kepada Hisyam :”bacalah”. Hisyam pun membaca. Kemudian nabi bersabda:”sesungguhmya al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), maka bacalah mana yang mudah daripadanya”.
2. Hadits yang sebab tidak disebutkan dalam hadits tersebut tetapi disebutkan pada jalan (thuruq) hadits yang lain, misalnya : hadits yang menerangkan niat dan hijrah yang diriwayatkan oleh Umar ra.
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya:
Saya mendengar Umar bin Khatthab berkata di atas mimbar: “saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya masing-masing. Maka barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”.

Asbabu’l Wurud dari hadits tersebut di atas kita temukan pada hadits dibawah ini, yang artinya:
Az-Zubair bin Bakkar mengatakan di dalam kitab Akhbar al-Madinah , bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu al-Hasan, dari Muhammad ibn Talhah ibnu Abdur Rahman dari Musa ibnu Nuhammad ibnu Ibrahim ibn al Harits, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, sahaba-sahabatnya terserang penyakit demam di Madinah. Kemudian datanglah seorang laki-laki, lalu ia mengawini seorang perempuan muhajirah. Kemudian Rasulullah saw duduk di atas mimbarnya dan bersabda: “Hai manusia, sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya –sebanyak tiga kali-. Maka barangsiapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti dia berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang niat hijrahnya karena duniawi, maka dia akan mencarinya; atau karena wanita, maka dia akan melamarnya. Maka sesungguhnya hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang dia niatkan dalam hijrahnya.”
Namun ada pula matan hadits yang timbul tanpa Sabab al Wurud atau timbul dengan sendirinya. Sebagaimana contoh:
عَنْ عَمْرو بْنِ عَوْفٍ اْلأَنْصَارِى رَضِى اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلأَنْصَارِذَاتَ يَوْمٍ: أَبْشِرُوا وَأَمِّـلُوا مَايَسُرُّكُمْ ، فَوَاللهِ مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلَكِنِّى أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَـا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَـافَسُوا كَمَا تَنَـافَسُوهَا ، فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya:
Dari 'Amru Bin 'Auf Al Anshary, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada orang-orang Anshar pada suatu hari: Bergembiralah kamu sekalian, nescaya kamu akan mendapati apa yang kamu inginkan; Demi Allah, bukanlah kefakiran yang lebih aku takuti (menimpa) kamu, tetapi aku takut (kalau) dunia ini dibentangkan keatas kamu (diberi kekayaan dan dimurahkan rezeki) sebagaimana dia telah dibentangkan keatas orang-orang sebelum kamu; maka kamupun berlumba-lumba (mencari) nya (dunia) sebagaimana mereka berlumba-lumba dengannya, lalu duniapun memusnahkan kamu sebagaimana dia memusnahkan mereka. (Muttafaq 'Alaihi)

C. Faedah-Faedah Mengetahui Ilmu Asbabul Wurud Al-Hadits
Ada beberapa faedah dari mempelajari sebab-sebab keluarnya hadits adalah sebagai berikut:
1. Takhshish al-’ Am (Mengkhususkan yang Umum)
2. Taqyid al-Muthlaq (Membatasi yang Mutlak)
3. Tafshil al-Mujmal (Merinci Hal yang Masih Global)
4. Menentukan Perkara Naskh dan Menerangkan Mana Nasikh dan Mansukh
5. Memperjelas Hal yang Tidak Jelas
6 Untuk menolong memahami dan menafsirkan al-Hadits. Sebab sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan tentang sebab-sebab tentang terjadinya sesuatu itu merupakan sarana untuk mengetahui musabbab (akibat) yang ditimbulkannya.
7. Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syari’at (hukum).
8. menjelaskan kemusykilan dan menunjukan illat suatu hukum, dll.
Maka, dengan memahami ilmu asbabul wurud al-hadits, kita dapat mengetahui dan memahami dengan mudah makna, pesan dan maksud yang terkandung dalam suatu hadits. Akan tetapi, tidak semua hadits memiliki asbabul wurud, seperti halnya tidak semua ayat al-Quran memiliki asbab an-Nuzul-nya.

D. Cara-Cara Mengetahui Sebab-Sebab Lahirnya Hadits
Cara mengetahui sebab wurudnya hadits hamper sama dengan cara mengetahui sebab nuzulnya al-quran, yaitu dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadits.
Menurut As-suyuthi ada tiga metode dalam mengetahui asbabul wurud:
1. Dengan mengetahui sebab yang berupa ayat Al-Quran.
2. Sebab yang berupa hadits itu sendiri.
3. Sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat.
Adapun sasaran dalam mempelajari ilmu ini adalah Setiap hadits yang secara tegas mempunyai asbabul wurud.
Untuk memahami suatu hadits dengan pemahaman yang benar dan mendalam, tidak boleh tidak, kita harus mengetahui situasi dan kondisi yang menyebabkan hadits itu diucapkan oleh Nabi. Biasanya, hadits datang sebagai penjelas terhadap kejadian-kejadian tertentu dan sebagai terapi terhadap situasi dan kondisi kejadian tersebut. Dengan begitu, maksud dari hadits itu dapat ditentukan dengan jelas dan rinci. Tujuannya tidak lain agar hadits itu tidak menjadi sasaran bagi dangkalnya perkiraan, atau kita mengikuti zhahir (lahiriah dari hadits tersebut) yang tidak dimaksudkan (oleh maknanya).
Jadi, jika kita ingin mengetahui mengapa sebuah hadits diturunkan, kita harus mengetahui dan mempelajari sejarah atau peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan hadits tersebut terlebih dahulu, karena dengan mempelajari hal tersebut, kita pasti akan mengetahui hal-hal yang menyebabkan hadits tersebut turun.

E. Perintis-Perintis Ilmu Asbabul Wurud Al-Hadits
Perintis ilmu Asbabi wurud’l-hadits ialah Abu Hamid bin Kaznah Al-Jubary, Abu Hafash ‘Umar bin Muhammad bin Raja’i Al-Ukbary (380 – 458 H.), Ia adalah salah seorang guru Abu Yahya Muhammad bin Al-Husain Al-Farra’ Al-Hanbaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Muhadits As-Sayyid Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin yang terkenal yang terkenal dengan Kunyah Ibnu Hamzah Al-Husainy (1054 – 1120 ) Mengarang pula kitab Asbabi-Wurud’l Hadts dengan diberi nama Al-Bayan wat Ta’rif fi Asbabi Wurudil-Haditsisy-Syarif. Kitab yang disusun secara alfabetis ini dicetak pada tahun 1329 H, di Halab dalam 2 juz besar – besar.
Para ulama besar lain yang telah berusaha berusaha menyusun ilmu ini, ialah: Al Imamusy Syafi’y (204 H), Ibnu Qutaibah (276 H), Ath Thahawy (321 H), dan Ibn Jauzy (597 H). Kitabnya bernama At-Tahqiq.

1 komentar: